Harta Pemkot Mojokerto Bermasalah

Mojokerto, (MR)

Di tengah mengalirya proses hukum yang menjerat mantan Sekdakot Mojokerto Bahtiar Suko Kardjaji oleh Kejaksaaan Negeri Mojokerto perihal masalah tanah Pacet, bantuan bencana banjir dan pembinaan wilayah senilai Rp 2,2 milyar, Pemkot Mojokerto justru terkesan acuh tak acuh.

Lebih-lebih soal peman-faatan tanah Pacet yang dibeli pemkot pada tahun 2004 senilai Rp 1,2 miliar di Desa Waru Gunung Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Aset tanah yang dibeli era Wali Kota Teguh Soedjono seluas 47.200 meter kondisinya kini tampak mangkrak. Padahal sebelumnya digadang-gadang pembelian tanah yang kini sedang bermasalah untuk pendirian gedung diklat.

Keacuhan pemkot mengem-bangkan tanah yang berada di tepi jalur utama Mojosari -Pacet itu terlihat dari kondisi tanah saat ini.’ Tanah yang dibeli dari pemilik sebelumnya Suparto Husse tak terawat. Selain kering, tanah ini ditempati beragam ilalang. Bahkan seba-gian warga memanfaatkannya untuk menggembala kambing. Hanya saja, untuk sekedar mengidentifikasi kepemilikan tanah, tahun 2010 lalu, Pemkot memasang dua papan, bertu-liskan tanah milik Pemkot Mojokerto. Satu dipasang disisi utara, sisanya di bagian selatan.

Khoiri, salah satu warga mengatakan, mangkraknya tanah pemkot di Desa Waru Gunung Kecamatan Pacet itu terjadi sejak pemkot membe-linya dari tangan Suparto Husse. Tepatnya, pada tahun 2004 atau sudah berlangsung selama tujuh tahun. “Renca-nanya digunakan untuk apa saja, tidak tahu,” ujarnya kema-rin siang, ditemui di sekitar lokasi tanah milik pemkot.

Selama ini warga setempat, kata Sutarto tidak pernah mendapati informasi soal kejelasan pemanfaatan tanah tersebut. Baik dari Pemkot Mojokerto maupun perangkat Desa Waru Gunung. “Yang kita tahu tanah ini milik pemkot, jelasnya digunakan untuk belum pernah tahu.” paparnya. Lokasi tanah itu berada di sisi barat Jl. Raya Pacet menghu-bungkan Pacet-Mojosari. Tepatnya, sekitar tiga kilometer dari taman bundaran Pacet.

Pantauan Media Rakyat di lokasi, seiring musim kemarau panjang, hamparan tanah tampak mengering dan pecah-pecah. Hampir disemua sudut dipenuhi dengan ilalang dan beragam sampah dedaunan pohon yang berdiri di sekitar-nya. Di bagian tengah, terlihat bekas bongkahan bangunan yang masih mendulang diatas tanah. Disebut-sebut, sebelum dibeli pemkot bangunan yang ada di lahan itu berupa kan-dang ternak ayam potong milik Suparto Husse. Tetapi, setelah ber-pindah tangan, sete-lah Suparto Husse meninggal, berpindah ke Lamongan dite-ruskan oleh anak Suparto Husse. “Setahu  kami dulu ada yang merawat tanah itu, tapi setelah muncul masalah (proses hukum) sekarang tidak ada lagi yang mengurus,” tambah Soimin, juga warga setempat.

Memang, sejak penetapan tersangka mantan Sekdakot Bahtiar Suko Kardjaji oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto tanah Pacet itu terus menjadi sorotan lembaga Adhyaksa.

Salah satunya menyangkut dugaan penyalahgunaan uang panjar sebesar Rp 500 juta. Disinyalir, pada tahun 2003-2004 terjadi duplikasi mata anggaran panjar sebesar Rp 1 miliar. Temuan BPK RI menyebutkan, satu kuitansi sudah dibayarkan pemkot melalui Bagran Umum kepada pemilik tanah Rp 500 juta. Sedangkan kuitansi lainnya berisi uang Rp 500 juta diatasnamakan eks wakil ketua DPRD 1999-2004 Satori Suar-ta. Oleh satori, dana itu lantas dibagikan kepada pimpinan dan anggota dewan sebagai uang kompensasi. Sebelum Bahtiar Suko Kardjaji ditetap-kan tersangka, akhir tahun 2010 Kejari juga menetapkan dua tersangka lain. Tak lain Satori Suarta dan mantan Kabag Keuangan Subiyanto. Kedua-nya disangka menyalahguna-kan uang negara Rp 2,2 miliar. Rinciannya, berupa panjar tanah pacet Rp 500 juta, dana bantuan bencana banjir Rp 1,3 miliar dan pembinaan wilayah Rp 380 juta. Meski demikian, ketiga tersangka sampai saat ini masih “merdeka”. Karena Kejari belum melakukan penahanan terhadap ketiganya, (No/mr)

Related posts