Panitia Pilkades Digugat Ke Pengadilan

Sumenep,(MR)

PEMILIHAN kepala desa (pilkades) di Sumenep kian carut marut. Belum tuntas soal perdebatan eksekutif-legislatif tentang pilkades secara serentak, dan masalah mahalnya biaya pendaftaran bakal calon kepala desa (kades), kini sudah muncul permasalahan baru.

Djamak, salah satu seorang bakal calon Kades Lalangon, Kecamatan Manding, menggugat panitia pilkades se-tempat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Dia menempuh langkah hukum tersebut, karena merasa diperlakukan tidak adil saat mendaftar sebagai bakal calon Kades Lalangon.

Rifa’i, kuasa hukum Djamak sudah mendaftarkan gugatan itu, 5 April lalu. Gugatannya teresgritasi dengan nomor perkara 53/G/2013/PTUN SBY. Dalam laporannya terdapat 14 poin materi gugatan yang disampaikan ke PTUN Surabaya. Antara lain, karena Djamak di diskualifikasi sebagai bakal calon Kades Lalangon oleh panitia pilkades. Panitia pilkades beralasan, selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) Djamak tidak mengantongi izin tertulis dari Bupati Sumenep, ketika mendaftar. Padahal, imbuh Rifa’i, ketentuan dalam pasal 18 ayat (1) Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 21 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa, hanya menyatakan, PNS yang mencalonkan diri sebagai calon kades, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1), juga harus memiliki izin dari pimpinan instansi induknya. Menurut Rifa’i, yang dimaksud izin tertulis dari pimpinan instansi induknya adalah surat izin tertulis yang dikeluarkan oleh dinas atau instansi di mana PNS bersangkutan melaksanakan tugasnya. Jadi, tak perlu dari bupati.

Dia memperkuat argumentasinya dengan lampiran Perbup Nomor 1 Tahun 2013 pada form 7 angka 3 yang menegaskan, bakal calon kades dari unsur PNS, selain memenuhi persyaratan umum dan administrasi di atas, diharuskan memenuhi persyaratan tambahan, yaitu memiliki izin tertulis dari pimpinan instansi induknya.

Selanjutnya Rifa’i berpendapat, PNS bakal calon kades yang harus mengantongi izin tertulis dari bupati, hanyalah mereka yang bertugas langsung dibawah kendali bupati, atau struktur jabatannya persis di bawah bupati. Misalnya, ajudan bupati, kepala dinas, atau sekretaris daerah kabupaten.

Sedangkan PNS bakal calon kades dari instansi sektoral/vertikal, izin tertulisnya cukup dari kepala instansi. “Mengingat pimpinan instansi penggugat bekerja di Dinas Perhubungan, maka yang mengeluarkan izin tertulis tersebut adalah Kepala Dinas Perhubungan. Sebab, penggugat bekerja pada UPT (unit pelaksanan teknis) Terminal Arya Wiraraja, Dinas Perhubungan Sumenep,” terangnya.

Materi gugatan lainnya, karena pada 1 April lalu, tergugat (panitia pilkades) mengeluarkan keputusan yang menyatakan, penggugat (Djamak) tidak memenuhi syarat sebagai calon kades Lalangon, tidak secara tertulis.

Panitia pilkades hanya membuat pernyataan secara lisan berdasarkan surat Sekretaris Daerah Kabupaten Sumenep tanggal 28 Maret 2013 No. 14/311/435.012/2013 perihal Penjelasan terhadap Persyaratan Bakal Calon Kades Lalangon. “Tergugat memberikan informasi kepada penggugat tentang penggugat yang tidak memenuhi syarat sebagai bakal calon Kades Lalangon, melanggar asas kepastian hukum,” ungkap Rifa’i.

Pihaknya menjelaskan, berdasarkan ketentuan pasal 22 ayat 2 Peraturan Bupati Sumenep Nomor 1 tahun 2013 ditentukan bahwa apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas terdapat bakal calon yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, 16, 17 dan 18, maka panitia pemilihan harus menyampaikan secara tertulis kepada bakal calon, bahwa berkasnya tidak memenuhi syarat.

“Tergugat telah menyatakan penggugat tidak memenuhi syarat sebagai bakal calon Kades Lalangon adalah melanggar asas kepastian hukum. Maka keputusan a quo harus dinyatakan batal demi hukum,” pungkasnya.

Terkait gugatan tersebut, Ketua Panitia Pilkades Lalangon, Kecamatan Manding, Pandoyono belum memberikan konfirmasinya. Ketika dihubungi melalui telepon selulernya, dia tidak memberikan jawaban. Ditelepon berkali-kali tetap tidak diangkat meski terdengar nada sambung.

Sekedar mengingatkan, sebelum masalah gugatan terhadap panitia pilkades itu mengemuka, telah mencuat masalah perseteruan antara legislatif dan eksekutif soal pelaksanaan pilkades secara serentak. Eksekutif menyatakan, pilkades serentak dilaksanakan dalam beberapa hari. Sementara, legislatif bersikukuh, pilkades serentak harus digelar dalam sehari.

Masalah lainnya berkaitan dengan biaya pendaftaran bakal calon kades. Sejumlah warga di Desa Karangsokan, Kecamatan Guluk-Guluk mendatangi Komisi A DPRD Sumenep, mengadukan soal biaya pendaftaran bakal calon kades yang mereka nilai, sangat mahal dan tidak wajar. >> UFIK

Loading

Related posts